Sistem
ketahanan negara, khususnya bagi bangsa Indonesia, adalah sesuatu yang
sangat penting. Bukan saja karena ada kebutuhan dan tuntutan
empirik-objektif kondisi wilayah Indonesia dan pluralisme sosial bangsa
Indonesia, tetapi demi kepentingan masa depan bangsa Indonesia sendiri.
Tanpa memerhatikan masalah seperti ini, maka setiap orang akan mengalami
kesulitan mendapatkan keamanan dan kenyamanan dalam hidup berbangsa dan
bernegara.
Salah satu solusi jangka panjang menciptakan sistem ketahanan negara yang tangguh adalah melalui pendidikan bela negara. Pendidikan dimaksud sesuai amanat Pasal 30 UUD 1945 bahwa setiap warga negara memiliki kewajiban untuk bela negara. Pendidikan bela negara menjadi sesuatu yang wajib, sejalan dengan kenyataan empirik yang berkembang saat ini dan menjadi satu kebutuhan Indonesia, untuk melakukan reorientasi sistem ketahanan nasional. Melalui pendidikan bela negara, diharapkan terbangun kesadaran kolektif bangsa Indonesia yang kuat dan kokoh. Kesadaran kolektif ini akan menjadi fundamen ketahanan negara, di masa kini dan masa yang akan datang. Di samping itu, melalui pendidikan bela negara, diharapkan akan tersosialisasikan nilai-nilai nasionalisme, patriotisme, atau kebangsaan secara rasional, objektif, dan kontekstual.
Salah satu solusi jangka panjang menciptakan sistem ketahanan negara yang tangguh adalah melalui pendidikan bela negara. Pendidikan dimaksud sesuai amanat Pasal 30 UUD 1945 bahwa setiap warga negara memiliki kewajiban untuk bela negara. Pendidikan bela negara menjadi sesuatu yang wajib, sejalan dengan kenyataan empirik yang berkembang saat ini dan menjadi satu kebutuhan Indonesia, untuk melakukan reorientasi sistem ketahanan nasional. Melalui pendidikan bela negara, diharapkan terbangun kesadaran kolektif bangsa Indonesia yang kuat dan kokoh. Kesadaran kolektif ini akan menjadi fundamen ketahanan negara, di masa kini dan masa yang akan datang. Di samping itu, melalui pendidikan bela negara, diharapkan akan tersosialisasikan nilai-nilai nasionalisme, patriotisme, atau kebangsaan secara rasional, objektif, dan kontekstual.
Letak Indonesia
Hal
paling menonjol dan perlu diperhatikan secara seksama, adalah Indonesia
berada pada persilangan dua kekuatan besar dunia. Secara geografis,
Indonesia berada di persilangan dua benua Asia dan Australia. Dua
samudra Hindia dan Pasifik. Kedua letak geografis ini, sudah dikenal
lama dan mungkin juga sudah familiar di telinga bangsa Indonesia.
Sementara
itu, banyak yang khilaf mengenai letak bangsa Indonesia dari sisi yang
lain. Kekhilafan ini menyebabkan kita kurang memiliki kepekaan dan
kepedulian yang tinggi, terhadap masa depan ketahanan negara Indonesia.
Dalam konteks ini, ada dua letak Indonesia yang perlu mendapat perhatian
seksama.
Pertama,
letak ideologi. Setuju atau tidak, diakui atau tidak, Indonesia
sebenarnya ada di antara persilangan ideologi dunia yang berbeda. Di
sebelah Timur ada Australia yang berhaluan liberalisme-kapitalisme.
Bahkan, kita dapat menyebutkannya sebagai negara Barat yang ada di
Timur. Australia adalah negara benua yang memiliki haluan
kapitalisme-liberalisme, sebagaimana yang berkembang di dunia Barat.
Sementara, di sebelah Barat Indonesia berbatasan pula dengan negara Asia
yang memiliki ideologi sosialis-komunis, khususnya negara Cina.
Kedua,
letak ekonomi. Dari sisi mana pun, Indonesia merupakan negara yang
berada di daerah persilangan ekonomi yang sangat besar. Indonesia ada di
persilangan negara kapitalis-sosialisme. Ekonomi-ekonomi negara
Australia dan Singapura adalah negara-negara pengusung kapitalis.
Sedangkan negara Cina, masih mengedepankan sistem ekonomi sosialis.
Francis
Fukuyama 1998-an, sudah memproklamasikan kemenangan
kapitalisme-liberalisme dalam pentas peradaban dunia. Ideologi
kapitalisme-liberalisme saat ini, telah menjadi satu ideologi dunia yang
kuat dan kokoh, setelah ideologi sosialisme runtuh, khususnya ditandai
runtuhnya kampiun sosialisme Eropa yaitu Uni Soviet.
Kendati
demikian, keruntuhan Uni Soviet tidak serta merta diikuti melemahnya
ideologi sosialisme. Hal ini, ditunjukkan munculnya Cina. Negara
sosialis ini muncul dan menggeliat, menjadi salah satu kekuatan ekonomi
baru dunia. Produk-produk Cina bermunculan menjadi kompetitor produk
ekonomi Asia atau pabrikan Barat lainnya. Barang elektronik dan otomotif
dari Cina, sudah merambah ke berbagai penjuru dunia. Ini adalah contoh
bahwa Cina mulai menunjukkan kekuatan ekonominya di dunia.
Peta
persilangan ini menjadi sangat penting, khususnya bila dikaitkan dengan
tarikan ideologi dunia terhadap kultur masyarakat Indonesia. Secara
sederhana, dengan adanya tarikan kedua ideologi itu, akankah negara
Indonesia terjebak dan hanyut dalam sistem ekonomi dunia atau sistem
ideologi dunia? Apakah Indonesia akan memiliki karakteristik keunikan
sistem kehidupan ekonomi dan kehidupan berbangsa yang berbeda, dengan
sistem ekonomi dunia atau sistem ideologi yang lainnya? Inilah
pertanyaaan menarik untuk diperhatikan oleh setiap lapisan masyarakat
Indonesia saat ini.
Pengalaman masa lalu
Krisis
multidimensi berkepanjangan yang menimpa bangsa Indonesia, perlu
ditafsirkan dalam konteks ini. Artinya, krisis nasional Indonesia
merupakan satu pertanda permainan ideologi dunia yang sedang melanda
bangsa Indonesia. Korea Selatan, dengan ideologi kapitalisme Barat nya,
mampu menunjukkan kecepatannya dalam memulihkan krisis ekonomi
nasionalnya. Padahal, krisis moneter akhir abad XX waktu itu, sebelum
menimpa Indonesia, menghantam nilai Won Korea terlebih dahulu. Tapi,
temyata mereka dapat pulih kembali dengan cepat.
Hal
yang menarik, justru Cina hampir tidak terkena badai krisis moneter
tersebut. Terhadap kondisi ini, patut diajukan pertanyaan, mengapa dapat
terjadi seperti itu? Salah satu alternatif jawabannya adalah
fundamental ekonomi Cina yang kokoh, sehingga sistem ketahanan negara di
bidang ekonomi ini, mampu bertahan dari serangan badai krisis akut yang
melanda dunia.
Pada
sisi lain, bukan hanya Korea Selatan yang kapitalis, namun Cina yang
sosialis, begitu kuat dan kokoh dari serangan krisis. Negara jiran
Malaysia, yang merupakan salah satu negara yang terkena badai krisis
ekonomi, ternyata hanya dalam hitungan bulan mampu menunjukkan
kebangkitannya kembali. Negara ini, selain memiliki wajah ekonomi
kapitalis, tetapi memiliki wajah ekonomi syariah. Salah satu kebijakan
politiknya, Mahathir Muhammad di saat masih menjabat sebagai Perdana
Mentri Malaysia adalah menolak bantuan IMF dalam memulihkan ekonomi
mereka. Padahal, IMF adalah instrumen kapitalisme global.
Jika
Korea dapat pulih dengan IMF, Malaysia dapat pulih dengan menjauhi IMF.
Bagaimana Indonesia? Sekali lagi kita temukan, Indonesia adalah negara
yang masih gamang. Bukan hanya gamang dalam ideologi, tetapi juga gamang
dalam ekonomi. Dalam konteks pemulihan ekonomi nasional ini, Indonesia
gamang. IMF diterima setengah hati, bangkit dengan keunikan ekonomi
koperasi sebagai sokoguru nasional Indonesia juga setengah hati, muncul
dengan ekonomi syariah setengah hati. Akibatnya, sudah sangat jelas,
kita tidak mudah keluar dari krisis nasional.
Dari
sisi ideologi, akibat ketidakjelasan kepemihakan bangsa Indonesia, kita
menjadi bulan-bulanan politik dunia. Australia, yang bernafsu menjadi
polisi dunia di Asia Pasifik, begitu semangat mendukung program-program
globalisasi atau kapitalisme dunia. Dalam masalah perang melawan
terorisme, Australia menjadi negara terdepan dalam mengampanyekannya.
Bahkan, Australia sebagai negara Timur, menjadi pendukung utama
penyerangan ke Irak. Australia seolah-olah menjadi saudara kembar
Amerika Serikat dalam berbagai kampanye dunia global, kampanye
kapitalisme, dan kampanye antiterorisme.
Sebagai
satu negara kembar Barat yang ada di Timur, Australia kerap mengejutkan
nurani bangsa Indonesia. Program antiterorisme atau Detasemen 88 milik
Polri, dalam operasinya, tidak terlepas dari pantauan Australia. Bahkan,
angka 88 pun dihipotesiskan dan dinisbatkan kepada jumlah korban warga
Australia dalam peristiwa bom Bali.
Pada
satu bulan terakhir, Autralia kerap memunculkan kebijakan-kebijakan
yang kurang menyamankan bangsa Indonesia. Pembelian senjata perang jarak
jauh, statemen politik yang menyerang dan menyudutkan Indonesia, campur
tangan Australia dalam beberapa kasus kriminal di Indonesia, merupakan
sebagian persoalan keamanan negara yang terpengaruhi oleh peran
Australia yang berobsesi menjadi polisi dunia di wilayah Asia Pasifik.
Pendidikan bela negara
Salah
satu solusi jangka panjang menjaga keutuhan, keamanan, dan kenyamanan
hidup berbangsa dan bernegara, Indonesia membutuhkan fundamental
ekonomi, budaya, dan pertahanan keamanan nasional yang kuat dan kokoh.
Tanpa fundamental ketahanan nasional yang kuat, ancaman keamanan dan
kenyamanan bangsa sangat rentan. Untuk itu, solusinya adalah pendidikan
kewarganegaraan melalui pendidikan bela negara.
Pendidikan
bela negara ini menjadi penting, karena pertama kebutuhan legal. Secara
hukum, khususnya merujuk Pasal 30 UUD 1945, setiap warga negara
memiliki kewajiban bela negara. Oleh karena itu, pelaksanaan pendidikan
bela negara menjadi sesuatu hal yang legal dan dipayungi konstitusi
negara yang sangat kuat.
Kedua,
sebagaimana merujuk pada penjelasan di atas, pendidikan bela negara
menjadi sesuatu yang wajib, sejalan dengan kenyataan empiris yang
berkembang saat ini, yaitu jika dikaitkan dengan kondisi empiris
Indonesia yang berada pada persimpangan kepentingan dunia. Realitas
empiris inilah yang menjadi satu kebutuhan Indonesia untuk melakukan
reorientasi sistem ketahanan nasional.
Ketiga,
kepentingan masa depan, khususnya dikaitkan dengan potensi ancaman di
masa yang akan datang. Dalam versi AS dan sekutunya, ancaman terbesar
dunia zaman sekarang ini adalah terorisme. Terorisme dimaksud adalah
terorisme negara dan teorisme kelompok. Negara besar yang kuat secara
militer dan/atau kuat secara ekonomi-politik, merupakan ancaman yang
potensial sebagai terorisme negara di masa yang datang. Sebagai contoh
kasus penyerangan ke Irak. Kendati tidak mengantongi izin PBB, AS yang
merasa kuat secara ekonomi dan militer, kemudian melaksanakan
penyerangan ke Irak. Hal demikian, menjadi preseden dan indikasi bahwa
negara yang kuat secara ekonomi dan militer, potensial menjadi terorisme
negara kepada negara-negara lain. Dengan mengatasnamakan melawan
terorisme, negara besar dapat menjadi negara teroris. Bahkan, Palestina
sampai sekarang tidak pemah merasakan kenyamanannya sebagai satu negara
berdaulat. Sementara, Israel dengan segala fasilitas hukum, fasilitas
politik, serta fasilitas militernya dari AS, tetap menjalankan teror
kepada masyarakat Palestina.
Contoh
di atas, hanyalah sebagian kecil pengalaman dunia saat ini, yang dapat
dijadikan rujukan bahwa ancaman masa depan Indonesia menuntun pentingnya
upaya untuk pendidikan bela negara. Dengan program bela negara ini,
diharapkan akan terbangun satu kesadaran kolektif nasional Indonesia
yang kuat dan kokoh dalam membela bangsa dan negara Indonesia.
0 comments:
Posting Komentar
Comment