Seperti
yang termaktub dalam UUD 1945 (Pasal 30 ayat 2) bahwa konsep pertahanan
dan keamanan rakyat semesta (hankamrata) untuk menempatkan TNI &
Polri sebagai komponen utama sedangkan rakyat adalah sebagai komponen
pendukung. Hal ini berarti bahwa posisi rakyat juga vital dan strategis
dalam pertahanan negara.
Komponen
yang mendukung pertahanan negara terdiri dari unsur warga negara
sebagai sumber daya manusia (SDM), sumber daya alam (SDA), sumber daya
buatan (SDB), prasarana /sarana nasional (prasnas) dan ilmu pengetahuan
dan teknologi (iptek). Peranan komponen ini sangat penting dan
dibutuhkan baik pada masa damai maupun perang.
Pada
masa perang maka tak terhindarkan lagi bahwa TNI dan Polri memikul
tanggung jawab untuk berada digarda yang paling depan, dan dibelakangnya
segenab potensi pertahanan rakyat mendukungnya dengan beragam satuan
dan bentuk partisipasi untuk mengawal negara dari gangguan musuh.
Sedangkan
pada masa damai, maka pembangunan dan pembinaan SDM, SDA, SDB, dan
prasarana nasional merupakan pilar-pilar pembangunan nasional yang
dilaksanakan secara berkelanjutan berdasarkan perencanaan pembangunan
nasional yang sudah disepakati. Hasil dari proses pembangunan dan
pembinaan tersebut diabdikan untuk memperkuat basis ketahanan nasional.
Bela
negara adalah salah satu bentuk pendidikan kewarganegaraan yang
merupakan pendekatan untuk terus menumbuhkan elan vital pengabdian warga
negara. Pada masa peran tentu jelas agenda dari kegiatan bela negara
ini. Namun yang perlu mendapat perhatian adalah bagaimana mengembangkan
bentuk-bentuk bela negara yang kreatif, produktif, dan efektif pada masa
damai sehingga aktifitas bela negara tidak hanya dimaknai sebagai
menpersiapkan komponen rakyat untuk siap perang.
Open Menu dan Partisipatif
Untuk
mengisi kehidupan bernegara, dan berbangsa pada masa damai, maka ajaran
bela negara tetaplah tak lekang dari substansinya yaitu sebagai wujud
pengabdian diri dari rakyat terhadap keberlangsungan keutuhan dan
kedaulatan negara dan bangsa.
Bentuk
kegiatan bela negara harus mampu menjawab tantangan perubahan zaman dan
bisa membaca kondisi kehidupan bernegara dengan cerdik dan tangkas.
Masa damai dalam kehidupan negara digunakan untuk mendorong lahirnya
beragam bentuk aktivitas rakyat yang sesuai dengan situasi,
kondisinya.
Negara
harus membuka seluas dan selebar mungkin ruang partisipasi publik untuk
memaknai, mengapresiasi, dan mengaktualisasikan ajaran bela negara.
Keleluasaan rakyat untuk menjadi pihak yang menjadi penentu lahirnya
kebijakan (pengambil keputusan) dalam pelaksanaan bela negera maka lebih
menjamin keberlanjutan ajaran bela negara di warga masyarakat.
Varian
profesi dan aktifitas dari rakyat yang multidimensi harusnya menjadi
alasan utama dibebaskannya rakyat dari paradigma bela negara yang
”militeristik”. Namun justru dibukanya pilihan bebas (open menu) untuk
melakukan aktifitas bela negara mulai dari tahap merencanakan,
menentukan bentuk, melaksanakan dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan
pendidikan bela negara (partisipatif).
Persoalan
yang menganggu kehidupan kebangsaan dan kenegaraan telah jelas didepan
mata, korupsi yang mengurita, narkoba, moralitas bangsa, kemiskinan,
ancaman desintegrasi, dll. Negara selanjutnya hanya memfasilitasi,
membuatkan koridor dari gagasan anak bangsa yang mencoba
mengimplementasikan model pendidikan bela negara yang terkait beragam
persoalan tersebut.
Misalnya
komunitas pemuda, atau mahasiswa apabila memilih kegiatan anti narkoba
sebagai bentuk kegiatan bela negara, maka negara harus memfasilitasi
dan mendukungnya sehingga menjadi kegiatan yang efektif, partisipatif,
manfaat karena menunjang kehidupan berbangsa dan bernegara.
Mengorganisir pemuda lainnya, memberikan pendidikan, kampanye masal,
mendampingi penyembuhan para korban, penggalangan dana, dll.
Pada
masa damai rasanya kegiatan semacam itu akan lebih manfaat daripada
mengandangkan mereka dengan kegiatan yang miletiristik seperti bentuk
wajib militer dan sejenisnya. Yang substansi dari hal tersebut adalah
negara ikhlas terhadap terjadinya penguatan pada masyarakat sipil
berdaya (civil society), memberikan kebebasan, ruang publik, partisipasi
kepada rakyat untuk menyelesaikan poermaslahanya sendiri.
Sejalan
pula dengan konsep pemberdayaan masyarakat pula bahwa memberikan ruang
publik bagi masyarakat untuk mampu merencanakan, melaksanakan, mengawasi
dan mengevaluasi sebuah kegiatan pendidikan bela negara. Secara
konseptual hal ini akan lebih menjanjikan keberlanjutannya daripada
sebatas memberikan semua itu secara top down dan menetapkan menu yang
tertutup (fixed menu).
0 comments:
Posting Komentar
Comment