Jumat, 28 Oktober 2011

Pendidikan Bela Negara Ke-2


Seperti yang termaktub dalam UUD 1945 (Pasal 30 ayat 2) bahwa konsep pertahanan dan keamanan rakyat semesta (hankamrata) untuk menempatkan TNI & Polri sebagai komponen utama sedangkan rakyat adalah sebagai komponen pendukung. Hal ini berarti bahwa posisi rakyat juga vital dan strategis dalam pertahanan negara.
Komponen yang mendukung pertahanan negara terdiri dari unsur warga negara sebagai sumber daya manusia (SDM), sumber daya alam (SDA), sumber daya buatan (SDB), prasarana /sarana nasional (prasnas) dan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Peranan komponen ini sangat penting dan dibutuhkan baik pada masa damai maupun perang.
Pada masa perang maka tak terhindarkan lagi bahwa TNI dan Polri memikul tanggung jawab untuk berada digarda yang paling depan, dan dibelakangnya segenab potensi pertahanan rakyat mendukungnya dengan beragam satuan dan bentuk partisipasi untuk mengawal negara dari gangguan musuh.
Sedangkan pada masa damai, maka pembangunan dan pembinaan SDM, SDA, SDB, dan prasarana nasional merupakan pilar-pilar pembangunan nasional yang dilaksanakan secara berkelanjutan berdasarkan perencanaan pembangunan nasional yang sudah disepakati. Hasil dari proses pembangunan dan pembinaan tersebut diabdikan untuk memperkuat basis ketahanan nasional.
Bela negara adalah salah satu bentuk pendidikan kewarganegaraan yang merupakan pendekatan untuk terus menumbuhkan elan vital pengabdian warga negara. Pada masa peran tentu jelas agenda dari kegiatan bela negara ini. Namun yang perlu mendapat perhatian adalah bagaimana mengembangkan bentuk-bentuk bela negara yang kreatif, produktif, dan efektif pada masa damai sehingga aktifitas bela negara tidak hanya dimaknai sebagai menpersiapkan komponen rakyat untuk siap perang.

Open Menu dan Partisipatif

Untuk mengisi kehidupan bernegara, dan berbangsa pada masa damai, maka ajaran bela negara tetaplah tak lekang dari substansinya yaitu sebagai wujud pengabdian diri dari rakyat terhadap keberlangsungan keutuhan dan kedaulatan negara dan bangsa.
Bentuk kegiatan bela negara harus mampu menjawab tantangan perubahan zaman dan bisa membaca kondisi kehidupan bernegara dengan cerdik dan tangkas. Masa damai dalam kehidupan negara digunakan untuk mendorong lahirnya beragam  bentuk  aktivitas rakyat yang sesuai dengan situasi, kondisinya.
Negara harus membuka seluas dan selebar mungkin ruang partisipasi publik untuk memaknai, mengapresiasi, dan mengaktualisasikan ajaran bela negara.  Keleluasaan rakyat untuk menjadi pihak yang menjadi penentu lahirnya kebijakan (pengambil keputusan) dalam pelaksanaan bela negera maka lebih menjamin keberlanjutan ajaran bela negara di warga masyarakat.
Varian profesi dan aktifitas dari rakyat yang multidimensi harusnya menjadi alasan utama dibebaskannya rakyat dari paradigma bela negara yang ”militeristik”. Namun justru dibukanya pilihan bebas (open menu) untuk melakukan aktifitas bela negara mulai dari tahap merencanakan, menentukan bentuk, melaksanakan dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan pendidikan  bela negara (partisipatif).
Persoalan yang menganggu kehidupan kebangsaan dan kenegaraan telah jelas didepan mata, korupsi yang mengurita, narkoba, moralitas bangsa, kemiskinan, ancaman desintegrasi, dll. Negara selanjutnya hanya memfasilitasi, membuatkan koridor dari gagasan anak bangsa yang mencoba mengimplementasikan model pendidikan bela negara yang terkait beragam persoalan tersebut.
Misalnya komunitas pemuda, atau mahasiswa apabila memilih kegiatan anti narkoba sebagai bentuk kegiatan  bela negara, maka negara harus memfasilitasi dan mendukungnya sehingga menjadi kegiatan yang efektif, partisipatif, manfaat karena menunjang kehidupan berbangsa dan bernegara. Mengorganisir pemuda lainnya, memberikan pendidikan, kampanye masal, mendampingi penyembuhan para korban, penggalangan dana, dll.
Pada masa damai rasanya kegiatan semacam itu akan lebih manfaat daripada mengandangkan mereka dengan kegiatan yang miletiristik seperti bentuk wajib militer dan sejenisnya. Yang substansi dari hal tersebut adalah negara ikhlas terhadap terjadinya penguatan pada masyarakat sipil berdaya (civil society), memberikan kebebasan, ruang publik, partisipasi kepada rakyat untuk menyelesaikan poermaslahanya sendiri.
Sejalan pula dengan konsep pemberdayaan masyarakat pula bahwa memberikan ruang publik bagi masyarakat untuk mampu merencanakan, melaksanakan, mengawasi dan mengevaluasi sebuah kegiatan pendidikan bela negara. Secara konseptual hal ini akan lebih menjanjikan keberlanjutannya daripada sebatas memberikan semua itu secara top down dan menetapkan menu yang tertutup (fixed menu).

0 comments:

Posting Komentar

Comment