SEJARAH SINGKAT PANDU HIZBUL WATHAN
DETIK DETIK LAHIRNYA HW
Pada
suatu hari (Ahad) KH. Ahmad Dahlan memanggil beberapa guru Muhammadiyah
: Bp. Somodirdjo (Mantri Guru Standart School Suronatan), Bp. Syarbini
dari sekolah Muhammadiyah Bausasran dan seorang lagi dari Sekolah
Muhammadiyah Kota Gede.
KH. Ahmad Dahlan berkata kira-kira demikian :
“Saya tadi pagi di Solo sepulang dari Tabligh sampai di muka Pura Mangkunegaran di alun-alun Surakarta melihat anak-anak baris-berbaris, sebagian bermain-main, semuanya berpakaian seragam, baik sekali! Apa itu??”.
Bp.
Somodirjo menjelaskan bahwa itu adalah Pandu Mangkunegaran yang namanya
JPO (Javaanche Padvinderij Organisatie) ialah suatu gerakan pendidikan
anak-anak diluar sekolah dan rumah.
Mendengar keterangan tersebut KH. Ahmad Dahlan menyambut :
“Alangkah
baiknya kalau anak-anak keluarga Muhammadiyah juga dididik semacam itu
untuk leladi menghamba kepada Allah, selanjutnya beliau mengharap kepada
para guru untuk mencontoh gerakan pendidikan itu”.
Bp.
Somodirdjo dan Bp. Syarbini mempelopori mengadakan persiapan –
persiapan akan mengadakan gerakan pendidikan untuk anak-anak diluar
sekolah dan rumah. Mula-mula yang digerakkan untuk latihan adalah para
guru-guru sendiri dulu. Pendaftaran dimulai dan latihan pun diadakan di
SD Muhammadiyah Suronatan tiap Ahad Sore. Latihan meliputi
baris-berbaris, bermain tambur dan olahraga, kemudian ditambah dengan
PPPK dan kerohanian. Bp. Syarbini adalah seorang pemuda yang pernah
mendapat pendidikan kemiliteran melatih baris-berbaris. Banyak pemuda
yang tertarik sehingga pengikut latihan semakin banyak. Akhirnya
diadakan penggolongan yakni golongan dewasa dan anak-anak.
PADVINDER MUHAMMADIYAH
Tahun
1918 adalah saat Gerakan Hizbul wathan melangkahkan langkahnya yang
pertama dengan nama Padvinder Muhammadiyah. Nama tersebut semakin
populer. Untuk pengawasan Gerakan padvinder Muhammadiyah ini diserahkan
kepada Muhammadiyah bagian sekolahan. Oleh Muhammadiyah bagian sekolahan
tersebut dibentuklah pengurus sebagai berikut :
Ketua : H. Muchtar
Wakil Ketua : H. Hadjid
Sekretaris : Somodirdjo
Keuangan : Abdul Hamid
Organisasi : Siradj Dahlan
Komando : Sjarbini dan Damiri
Untuk
memajukan gerakan tersebut, direncanakan akan mengadakan studi ke JPO
Solo. Agar kunjungan ke JPO Solo tersebut meriah, bagian sekolahan
mengusahakan uniform, kemeja drill kuning dan kemeja drill biru, sedang
untuk setangan leher untuk mudahnya menggunakan kacu yang banyak dijual
ialah kacu merah berbintik hitam.
Kedatangan Padvinder Muhammadiyah menggemparkan kota
Solo. Di lapangan mangkunegaran diadakan demonstrasi-demonstrasi dan
macam-macam permainan sebagai perkenalan. Padvinder Muhammadiyah
mendapat pelajaran yang sangat berharga dalam kunjungan ke JPO Solo.
NAMA HIZBUL WATHAN
Sepulang
dari kunjungan ke JPO Solo tersebut dibicarakan nama dari Padvinder
Muhammadiyah. Di rumah Bp. H. Hilal Kauman, RH. Hadjid mengajukan nama
yang dianggap cocok pada waktu itu yaitu HIZBUL WATHAN,
yang berarti Pembela Tanah Air. Hal ini mengingat adanya
pergolakan-pergolakan di luar negeri maupun di dalam negeri yaitu masa
berjuang melawan penjajah Belanda.
Nama
HIZBUL WATHAN sendiri berasal dari nama kesatuan tentara Mesir yang
sedang berperang membela tanah airnya. Dengan kata sepakat nama HIZBUL
WATHAN dipakai mengganti nama “Padvinder Muhammadiyah“ tahun 1920.
Kejadian
itu bertepatan dengan peristiwa akan turunnya dari tahta Paduka Sri
Sultan VII di Yogyakarta. Untuk turut menghormat dan akan ikut
mengiringkan pindahnya Sri Sultan VII dari keraton ke Ambarukmo,
diadakan persiapan-persiapan dam latihan. Pada tanggal 30 Januari 1921
barisan HW keluar turut mengiringkan Sri Sultan VII pindah dari keraton
ke Ambarukmo. Keluarga HW mendapat penuh perhatian dari khalayak ramai.
Dari saat itulah HW terkenal pada umum. Hal ini ditambah lagi sesudah
beberapa hari kemudian HW berbaris dalam perayaan penobatan Sri Sultan
VIII. Perayaan diadakan di alun-alun utara Yogyakarta. HW turut pula dengan mengadakan demonstrasi dimuka panggung dimana Sri Sultan VIII dengan para tamu menyaksikannya.
HW
telah menjadi buah bibir masyarakat. Demikianlah uniform HW mulai
dikenal masyarakat. Maka tidak heranlah, kalau kadang-kadang kalau ada
anak Belanda atau Cina berpakaian Padvinder (NIPV) dikatakan : “Lho, itu
ada HW Landa, Lho itu ada HW Cina”, yang sebetulnya yang dimaksud
adalah Padvinder NIPV, bahkan setiap ada anak berpakaian pandu selalu
dikatakan Pandu HW.
Pada
tanggal 13 Maret 1921 KH. Fachrudin menunaikan ibadah haji yang kedua
kalinya yang diantar oleh barisan Pandu HW dan Warga Muhammadiyah sampai
Stasiun Tugu Yogyakarta. KH. Fachrudin sempat berpesan didepan
anggota-anggota HW dengan menanamkan anti penjajah pada anak HW :
“Tongkat-tongkat yang kamu panggul itu pada suatu ketika nanti akan menjadi senapan dan bedil”
Pesan
KH. Fachrudin itu ternyata benar, karena beberapa tahun kemudian banyak
anggota HW yang memegang senjata pada Zaman Jepang dengan memasuki
barisan PETA (Pembela Tanah Air) seperti : Suharto (Presiden), Sudirman
(Panglima Besar TNI), Mulyadi Joyomartono, Kasman Singodimejo, Yunus
Anis, dll.
Pesatnya
kemajuan HW rupaya mendapat perhatian dari NIPV (perkumpulan kepanduan
Hindia belanda sebagai cabang dari kepanduan di Negeri Belanda(NPV)).
Pada waktu itu gerakan kepanduan yang mendapat pengakuan dari
Internasional hanyalah yang bergabung dalam NIPV tersebut.
HW MENOLAK BERGABUNG DENGAN NIPV
M. Ranelf seorang pemimpin dari NIPV dan yang memegang perwakilan NPV telah datang di Yogyakarta
menemui pimpinan HW, mengajak supaya HW masuk ke dalam organisasi NIPV.
Usaha-usaha Ranelf selaku komisaris NIPV tiada hentinya untuk menarik
HW menjadi anggota NIPV sehingga ketika Konggres Muhammadiyah tahun 1926
di Surabaya, ia mengikuti Konggres Muhammadiyah dari awal sampai dengan
selesai.
Selanjutnya diadakan pertemuan lagi di Yogyakarta
oleh wakil NIPV, mengajak HW masuk kedalam organisasi NIPV. HW
mempunyai prinsip-prinsip yang sukar diterima oleh Padvinder. Adapun HW
jika dikatakan itu bukan Padvinder, bagi HW tidak keberatan. HW adalah
Hizbul Wathan, mau dikatakan itu padvinder atau bukan terserah yang mau
mengatakannya.
KH.
Fachrudin mengetahui bahwa NIPV merupakan kepanduan yang bersifat ke
Belanda an dan merupakan alat dari penjajah Belanda, sehingga ajakan
tersebut ditolak HW. Alasan HW menolak ajakan tersebut karena HW sudah
mempunyai dasar sendiri yaitu Islam, dan HW sudah mempunyai induk
sendiri yaitu Muhammadiyah. Sesuai dengan induknya HW bersemangat anti
penjajah, HW tidak dapat diatur menurut aturan NIPV.
HW PADA MASA PENJAJAHAN JEPANG
Pada
permulaan jaman Jepang HW masih nampak kegiatannya, bahkan ikut pawai
yang diadakan oleh Jepang dalam rangka merayakan UlangTahun Tenno Heika,
sedangkan yang memimpin pawai tersebut Bp. Haiban Hadjid. HW terpilih
untuk ikut serta dalam pawai tersebut karena HW dalam baris-berbaris
terkenal bagus dibandingkan dengan kepanduan lainnya. Oleh karena itu
pandu-pandu dari organisasi lain memberi identitas HW sebagai PANDU
MILITER.
Kepanduan
pada permulaan perndudukan Jepang namapknya akan mendapat kesempatan
hidup terus. Namun tidak lama kemudiansecara terang-terangan Jepang
melarang berdirinya organisasi-organisasi kepanduan serta pergerakan
lainnya.
Sehingga semua pandu-pandu di Indonesia tidak aktif dari kegiatannya.
PADA MASA KEMERDEKAAN
Sesudah proklamasi kemerdekaan timbullah keinginan untuk menghidupkan kembali organisasi kepanduan Indonesia. Sedang bentuk dan sifatnya harus sesuai dengan keadaan, yakni suatu organisasi kepanduan yang bersatu meliputi seluruh Indonesia dan tidak terpecah belah.
Pada
akhir bulan September 1945 di Balai Mataram Yogyakarta berkumpullah
beberapa orang pemimpin pandu. Dari HW hadir Bp. M. Mawardi dan Bp.
Haiban Hadjid.
Pada tanggal 27 – 29 Desember 1945 diadakan konggres Kesatuan Kepanduan Indonesia yang hadir lebih kurang 300 orang. Termasuk utusan dari HW. Dalam konggres ini dengan suara bulat diputuskan membentuk PANDU RAKYAT INDONESIA.
Anggota pengurus Kwartir Besar Pandu Rakyat Indonesia antara lain : Dr. Mawardi (KBI), Hertog (KBI), Abdul Ghani (HW), Jumadi (HW).
Tahun 1948 terjadilah aksi polisionil ke 2, Belanda menduduki Yogyakarta, Ibu Kota RI.
Konggres pandu Rakyat kedua diselenggarakan di Yogyakarta pada tanggal 20 sampai dengan 22 Januari 1950. Keputusan-keputusan yang dihasilakn dalam konggres Pandu Rakyat Indonesia yaitu antara lain menerima
konsepsi baru yang memberi kesempatan kepada bekas pemimpin pandu untuk
menghidupkan kembali organisasinya masing-masing.
AMANAT PANGSAR JENDERAL SUDIRMAN
Pada
hari Ahad Legi 19 Desember 1948 Belanda menyerbu dan menduduki Ibu Kota
RI Yogyakarta dan menangkap Presiden dan Wakil Presiden serta beberapa
pemimpin Indonesia lainnya, tetapi bukan berarti RI telah jatuh. Pangsar
Jenderal Sudirman (Pandu HW) meskipun dalam keadaan sakit beliau
pantang menyerah, keluar kota untuk memimpin perang gerilya.
Pada
tanggal 29 Juni 1948 Belanda meninggalkan Yogyakarta dan masuklah
tentara RI ke Yogyakarta, yang kemudian terkenal dengan Yogya Kembali.
Pangsar Jenderal Sudirman masih dalam keadaan dan dirawat di RS
Magelang.
M.
Mawardi dan beberapa orang wakil dari Muhammadiyah menengok di RS
Magelang. Pada saat itu Jenderal Sudirman mengamanatkan kepada Mawardi
selaku Wakil Muhammadiyah agar Kepanduan Hizbul Wathan yang merupakan
tempat pendidikan untuk CINTA TANAH AIR didirikan lagi. Di samping itu
juga untuk melanjutkan tujuan semula pendirian HW yaitu : sebagai kader
Muhammadiyah dalam penyebaran agama Islam. Dikatakan bahwa HW merupakan
tempat yang baik untuk mendidik anak-anak Muhammadiyah agar kelak
menjadi seorang pejuang yang cinta tanh air dan sekaligus taat pada
agama. Oleh karena itu dianjurkan pada warga Muhammadiyah agar jangan
ragu-ragu lagi untuk mendidik putra-putrinya melalui Kepanduan HW.
APEL PERESMIAN BERDIRINYA KEMBALI HW
Untuk
melaksanakan amanat Pangsar Jendral Sudirman pada sore hari tanggal 29
Januari 1950 secara simbolis HW mengadakan apel yang dipimpin oleh Bp.
Haiban Hadjid untuk meresmikan berdirinya kembali kepanduan Hizbul
Wathan, dan pada malam harinya Pangsar TNI Jenderal Sudirman wafat. Oleh
karenanya pada waktu itu ada semboyan :
“HW BANGKIT UNTUK MELANJUTKAN KEPEMIMPINAN JENDERAL SUDRIMAN”
Setelah HW resmi berdiri lagi banyaklah anggota Pandu Rakyat yang dulu juga pandu HW masuk kembali ke dalam Hizbul Wathan.
MAJELIS HW
Kepanduan
Hizbul Wathan yang merupakan organisasi bagian Muhammadiyah dalam
struktur organisasinya tidak dapat dipisahkan dari Muhammadiyah.
Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis HW disingkat dengan Majelis HW
adalah suatu badan pembantu Pimpinan Muhammadiyah yang diserahi tugas
melaksanakan Pimpinan, usaha Muhammadiyah dalam bidang Ke HW an. Majelis
HW adalah sebagai Kwartir Besar HW dan mempunyai Pimpinan langsung ke
bawah tingkat daerah, cabang. Anggota Majelis HW terdiri dari anggota
Muhammadiyah yang mempunyai keahlian tentang HW. Mereka ditetapkan dan
diberhentikan oleh PP Muhammadiyah.
MAJELIS HW TAHUN 1961
Ketua : MH. Mawardi
Wk/Kb Umum : R. Haiban Hadjid
KB Bag. Lab : HAG Dwidjosuparto
KB Penghela : R. Subiso Sastrowarsito
KB Pengenal : H. Suroso
KB Athfal : Donowardoyo
KB Bag. Latihan : Otong Muchsin
KB Perw. Jakarta : KH. Mansur
Anggota : R. Dawam Marzuki
Bendahara : Hirmas
Sekretaris I : H. Amien Luthfie
Sekretaris II : Achmad Sumitro, BSc
Sekretaris III : Rofiq JA
Pustaka :
Buku Kenang-Kenangan
Reuni Pandu HW Wreda
di Yogyakarta, 14 Januari 1996
0 comments:
Posting Komentar
Comment